Filsafat Pemikiran Ibnu Bajjah
Filsafat Pemikiran Ibnu Bajjah
Oleh: Asnaura
NIM: 11210511000002
Dosen Pengampu: Drs. Study Rizal LK.
M. Ag.
Jurnalistik 3A
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
Nama
asli Ibnu Bajjah adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya al-Sha’igh. Di dunia barat
ia terkenal dengan sebutan Avempace. Dia berasal dari keluarga al-Tujib, maka
ia terkenal dengan sebutan al-Tujibi. Ibnu Bajjah lahir pada abad 11 M atau
abad V H. di kota Sarragosa dan sampai besar. Dia dapat menyelesaikan jenjang
kuliah di akademisnya juga di kota itu. Maka ketika pergi ke Granada, dia telah
menjadi seorang sarjana bahasa dan sastra Arab dan dapat menguasai dua belas
macam ilmu pengetahuan. Para ahli sejarah memandangnya sebagai orang yang
berpengetahuan luas dan mampu dalam berbagai ilmu. Fath ibnu Khayan yang telah
menuduh Ibnu Bajjah sebagai ahli bid’ah dan mengecam pedas dalam karyanya
(Qawa’id al-Iqyan) pun mengakui kekuasaan ilmu pengetahuannya dan tidak pernah
meragukan kepandaiannya. Ibnu Bajjah menguasai sastra, tata bahasa, dan
filsafat kuno. Oleh tokoh-tokoh sezamannya, Ibnu Bajjah disejajarkan dengan
al-Syam al-Rais Ibnu Sina. Karya-karya Ibnu Bajjah, diantaranya :
1. Filsafat
al-Wada’, berisi tentang ilmu pengobatan
2. Tardiyyan,
berisi tentang syair pujian
3. Kitab
an-Nafs, berisi tentang catatan dan pendahuluan dalam bahasa Arab
4. Tadbir
al-Mutawahhid, rezim satu orang
5. Risalah-risalah
Ibnu Bajjah yang berisi tentang penjelasan atas risalah-risalah al-Farabi dalam
masalah logika
Pemikiran
Ibnu Bajjah
A. Jiwa
Ibn
Bajjah berpendapat bahwa, setiap manusia memiliki satu jiwa. Suatu jiwa ini
sifatnya kekal dan tidak dapat berubah, beda halnya dengan jasmani/jasad. Dalam
karya Subkhan Anshori yang berjudul Filsafat Islam antara Ilmu dan Kepentingan,
jiwa berperan penting dalam kehidupan manusia. Sebab, jiwa lah yang menjadi
motor penggerak dalam diri manusia. Ada dua jenis alat yang menurut Ibn Bajjah
penggerak jiwa, yaitu: alat jasmani dan rohani. Alat jasmani bisa berupa yang
alami dan ada juga yang berupa buatan. Pembahasan terhadap jiwa, Ibnu Bajjah
mendasarkan kepada fisika. Jiwa dianggap sebagai pernyataan pertama dalam tubuh
alamiah dan teratur yang bersifat nutritif (mengandung zat-zat untuk badan),
sensitif (kepekaan), dan imajinatif (rasional). Jiwa yang berhasrat itu terdiri
dari tiga unsur yaitu: hasrat imajinatif, hasrat menengah, dan hasrat berbicara.
Jiwa yang berhasrat menghendaki suatu obyek yang kekal. Kehendak ini disebut
kesenangan dan tiadanya kehendak merupakan kejemuan dan kesakitan. Kehendak
bukan merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia. Siapapun yang bertindak
sesuatu atas dasar kehendak dianggap telah bertindak atas dasar
gagasan-gagasan.
B. Metafisika
(Ketuhanan)
Menurut
Ibn Bajjah, segala yang ada (al-maujudat) terbagi dua: yang bergerak dan tidak
bergerak. Yang bergerak adalah jisim (materi) yang sifatnya finite (terbatas).
Gerak terjadi dari perbuatan yang menggerakkan terhadap yang digerakkan. Gerakan
ini digerakkan pula oleh gerakan yang lain, yang akhir rentetan gerakan ini
digerakkan oleh penggerak yang tidak bergerak, dalam arti penggerak yang tidak
berubah yang berbeda dengan jisim (materi). Penggerak ini bersifat azali. Gerak
jisim mustahil timbul dari substansinya sendiri sebab ia terbatas. Oleh karena
itu, gerakan ini mesti berasal dari gerakan yang infinite (tidak terbatas),
yang oleh Ibn Bajjah disebut dengan ‘aql.
C. Materi
dan Bentuk
Menurut
Ibn Bajjah, “Materi dapat bereksistensi tanpa harus ada bentuk (ash-shurat).”
Pernyataan ini menolak asumsi bahwa “materi itu tidak bisa bereksistensi tanpa
ada bentuk, sedangkan bentuk bisa bereksistensi dengan sendirinya, tanpa harus
ada materi.” Ibn Bajjah berargumen jika materi berbentuk, ia akan terbagi
menjadi “materi” dan “bentuk” dan begitu seterusnya. Ibn Bajjah menyatakan
bahwa “Bentuk Pertama” merupakan suatu bentuk abstrak yang bereksistensi dalam
materi yang dikatakan sebagai tidak mempunyai bentuk.
D. Akal
dan Ma’rifat (Pengetahuan)
Menurut
Ibn Bajjah, akal merupakan bagian terpenting yang dimilliki oleh manusia. Ia
berpendapat bahwa ma’rifat (pengetahuan) yang benar dapat diperoleh lewat akal.
Akal ini merupakan satu-satunya sarana yang melaluinya kita mampu mencapai
kemakmuran dan membangun kepribadian. Ibn Bajjah percaya pada kemajemukan akal
dan mengacu pada akal pertama dan akal kedua. Ia berpendapat, akal manusia
paling jauh adalah akal pertama. Lebih jauh, ia menjelaskan tingkatan-tingkatan
akal dengan mengatakan bahwa sebagian akal secara langsung berasal dari akal
pertama; sebagian lain berasal dari akal-akal lain, hubungan antara yang diperoleh
dan tempat asal akal yang diperoleh itu sama dengan hubungan cahaya matahari
yang ada di dalam rumah dan cahaya matahari yang ada di halaman rumah.
Komentar
Posting Komentar