Filsafat Pemikiran Ibnu Sina

 Filsafat Pemikiran Ibnu Sina

Filsafat Islam pertemuan 6 tanggal 13 Oktober 2022 Hasil Diskusi dari Kelompok 4

Oleh: Asnaura

NIM: 11210511000002

Dosen Pengampu: Drs. Study Rizal LK. M. Ag.

Jurnalistik 3A

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Nama lengkapnya adalah Abu Ali Husain bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Sina. Ibnu Sina di lahirkan pada bulan Safar 370 H atau AgustusSeptember 980 M di Afsyanah, sebuah kota kecil yang berada di wilayah Uzbekistan saat ini. Di dunia Barat ia dikenal dengan aviccenna dan dijuluki sebagai pangeran para dokter. Ia dilahirkan pada bulan Safar di desa Afsana, pada tahun (370-428 H/980-1037 M) sebuah desa dekat dengan Bukhara (kini termasuk wilayah Uzbekkistan) pada masa sebuah dinasti Persia di Asia Tengah. Ibunya yang bernama Setareh yang berasal dari Bukhara. Ayahnya bernama Abbdullah ia adalah seorang sarjana yang dihormati berasal dari Baklan (kini menjadi wilayah Afganistan), yaitu sebuah kota penting di masa pemerintahan Dinasti Samaniyah. Abdullah sangat berhati-hati dalam mendidik anaknya Ibnu Sina di (Bukhara). 

Ketika usia sepuluh tahun ia telah banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal Al-Qur’an seluruhnya. Dari seorang ahli ilmu mantiq Abu Abdullah Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu logika yang elementer untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan Al-Magest-Ptolemus. Sesudah gurunya pindah ia mendalami ilmu agama dan metafisika, terutama dari ajaran Plato dan Arsitoteles yang murni dengan bantuan komentator-komentator dari pengarang yang otoriter dari Yunani yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Arab.

Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang-cabangnya. Kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan tingginya kemampuan otodidak Ibnu Sina. Namun di suatu saat, Dia harus terpaku menunggu saat menyelami ilmu metafisika-nya Aristoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya.

Dalam usia Ibnu Sina memasuki 20 tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia kemudian pindah ke Jurjan, karena terjadi kekacauan politik pada waktu itu, dari kota ini kemudian ia ke Hamazan (bagian barat Iran). Di Hamazan, ia pernah diangkat menjadi menteri di istana Sam al-Daulah. Karena terlibat konflik politik juga, akhirnya ia dipenjarakan dan berhasil meloloskan diri, lalu hijrah ke kota Isfahan di istana penguasa dan meninggal pada tahun 428 H. (1037 M). Ibnu Sina wafat dalam usia 58 tahun (1037 M) dan dikebumikan di Hamazan. Di antara karangan - karangan Ibnu Sina adalah:

    1. As-Syifa’ (berisikan uraian tentang filsafat yang terdiri atau empat bagian, yaitu: Ketuhanan, fisika, matematika, dan logika).

    2. An-Najat, buku ini adalah ringkasan dari buku As-Syifa’.

    3. Al-Qanun fii at-Thiib, buku ini adalah berisikan ilmu kedokteran, yang terbagi menjadi lima kitab yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu medis dan nama jenis-jenis penyakit dan lain-lain.

    4. Risalah al-Siyaasah, buku tentang politik.

    5. Al-Musiqa. Buku tentang musik.

Pemikiran Ibnu Sina

    A. Konsep Ketuhanan

Ibnu Sina tentang wujud, sebagaimana filsuf muslim terdahulu berpendapat bahwa dari Tuhanlah kewujudan yang pasti. Kami mengatakan bahwa Tuhan dan hanya Tuhan saja yang memiliki wujud tunggal dan mutlak. Sedang segala sesuatu selain Tuhan memiliki kodrat yang mendua. Adanya Tuhan adalah satu keniscayaan, sedang adanya sesuatu yang lain hanya mungkin dan diturunkan dari adanya Tuhan. Ibnu Sina termasyhur dengan rancangan pemikirannya terhadap eksistensi Tuhan yang disebut sebagai argumen melalui kemungkinan (dalil al jawaz). Ibnu Sina membagi wujud ke dalam tiga kategori, yakni wujud niscaya (wajib al wujud), wajib munkin (mumkin al wujud), dan wujud mustahil (mumtani’ al wujud). “Wujud niscaya” adalah wujud yang senantiasa harus ada, dan tidak boleh tidak ada.

Wajib niscaya (wajib al-wujud) ini ada dua macam yaitu:

    1. Wajib bidhati sesutu yang kepastian wujud-Nya disebabkan oleh Zat-Nya sendiri. Artinya adanya tidak bergantung pada adanya sebab lain selain diri-Nya.

    2. Wajib bigairihi yaitu sesuatu yang kepastian wujudnya oleh zat yang lain, artinya sesuatu yang berwujud karena benda lain yang mewujudkannya

    B. Filsafat Emanasi atau Al-Faidh

Filsafat emanasi Ibnu Sina tidak jauh berbeda dengan emanasi menurut al-Farabi, bahwa dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua, dan langit pertma: demikian seterusnya, sehingga tercappai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal kesepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada di bawa bulan. Akal pertama adalah malaikat tertinggi dan akal kesepuluh adalah malaikat Jibril. Ibnu Sina berpendapat, bahwa akal pertama mempunyai dua sifat, yaitu sifat wajib wujud pancaran dari Tuhan dan sifat mungkin wujud, jika ditinjau dari hakikat darinya. Dengan demikian ia mempunayi tiga obyek pemikiran, yaitu Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya. Berasal dari pemikiran tentang Tuhan timbula akal-akal, dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa-jiwa, dan dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul langit-langit.

Perbedaan teori emanasi (al-Faydh) antara al-Farabi dan Ibnu Sina. Al-Farabi mengatakan ada dua macam ta’aqqul (proses berfikir) sebagai asal usul timbulnya akal yang lain dan benda-benda cakrawala. Sedangkan menurut Ibnu Sina perlimpahanlah yang menjadi sebab timbulnya pergandaan secara tiga-tiga, bukan secara dua-dua.

    C. Konsep Jiwa

Pemikiran Ibnu Sina yang terpenting adalah filsafat tentang jiwa. Kata jiwa dalam AlQur‟an dan Al-Hadist di istilahkan dengan al-Nafs atau al-ruh sebagai mana termaktub dalam Q.S. Shad: 71-72, Al-Isra: 58, dan al-Fajr: 27-30. Jiwa manusia, sebagaimana jiwa-jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawa rembulan, memancar dari akal kesepuluh. Menurut Ibnu Sina manusia memang tersusun dari dua unsur, yaitu tubuh dan jiwa. Antara keduanya tidak ada persamaan, unsur tubuh terbentuk dari berbagai unsur yang memancar dari planet-plaanet. Sementara jiwa hanya terbentuk dari satu unsur, yaitu dari Aqlal-fa‟al dan jiwa ini pada dasarnya merupakan abstransi tersendiri dalam struktur tubuh manusia, manun selamanya bergantung pada tubuh.

Segi-segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua segi yaitu:

    1. Segi fisika yang membicarakan tentang macam-macamnya jiwa (jiwa tumbuhkan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Pembahasan kebaikan-kebaikan, jiwa manusia, indera dan lain-lain dan pembahasan lain yang biasa termasuk dalam pengertian ilmu jiwa yang sebenarnya.

    2. Segi metafisika, yang membicarakan tentang wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan dan keabadian jiwa.

Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir di dunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi-fungsi fisik, dan dengan demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Guru Nasional dalam Gagasan Kaum Muda Millenial

Pandangan Mengenai Filsafat Islam

Filsafat Pemikiran Ibnu Miskawaih