Filsafat Pemikiran Al-Farabi
Filsafat Pemikiran Al-Farabi
Filsafat Islam pertemuan 5 tanggal 5 Oktober 2022 Hasil Diskusi dari Kelompok 3
Oleh:
Asnaura
NIM:
11210511000002
Dosen
Pengampu: Drs. Study Rizal LK. M. Ag.
Jurnalistik
3A
Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Al-Farabi,
nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad Ibnu Tarkhan Ibn Auzalagh, yang biasa
disingkat saja menjadi Al-Farabi. Ia dilahirkan di Wasij, Distrik Farab,
Turkistan pada tahun 257 H/870 M. Ayahnya seorang jenderal berkebangsaan Persia,
ibunya berkebangsaan Turki. Dikenal dikalangan Latin Abad Tengah dengan sebutan
Abu Nashr (Abunaser), sedangkan sebutan nama al-Farabi diambil dari nama kota
Farab, tempat ia dilahirkan.
Setelah
besar, Al-Farabi meninggaalkan negerinya untuk menuju Baghdad, yang menjadi
pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan saat itu. Di Baghdad ia belajar logika
kepada Abu Bisyr bin Mattius, seorang kristen Nestorian yang banyak
menerjemahkan filsafat Yunani, dan belajar kepada Yuhana ibn Hailam. Selama di
Baghdad ia menulis dan membuat ulasan terhadap buku-buku filsafat Yunani dan mengajarkan
kepada murid-muridnya. Diantara muridnya yang terkenal adalah Yahya ibn „Abdi,
filsuf Kristen.
Pada
tahun 330 H/945 M, ia pindah ke Damaskus dan berkenalan dengan Saif Al-Daulah
Al-Hamdan di Aleppo. Akhirnya pada bulan Desember 950 M filosof muslim besar
ini menghembuskan nafasnya yang terakhir di Damaskus dalam usia 80 tahun.
Berdasarkan karya tulisnya, filosof Muslim keturunan Persia ini menguasai matematika,
kimia, astronomi, musik, ilmu alam, logika, filsafat, bahasa, dan lain-lainnya.
Karya-karya
nyata dari al-Farabi antara lain:
a. Al-Jami’u Baina Ra’yani Al-Hkiman Afalatoni Al Hahiy wa Aristho-thails (pertemuan/penggabungan pendapat antara Plato dan Aristoteles),
b. Tahsilu as Sa’adah (mencari kebahagiaan),
c. As Suyasatu Al Madinah (politik pemerintahan),
d. Fususu
Al Taram (hakikat kebenaran),
e. Arro’u
Ahli Al Madinati Al Fadilah (pemikiran-pemikiran utama pemerintahan),
f. As
Syiasyah (ilmu politik)
Pemikiran
Al-Farabi
Definisi
filsafat menurut al-Farabi adalah al-‘ilm bi al-maujūdāt bi māhiya al-
maujudāt. Ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada,
termasuk menyingkap tabir metafisika penciptaan.
· Filsafat
Emanasi
Salah
satu filsafat al-Farabi adalah teori emanasi yang di dapatnya dari teori
Plotinus[4] Yaitu teori tentang keluarnya sesuatu wujud yang mumkin (alam
makhluk) dari Zat yang wajibul wujud (Zat yang mesti adanya; Tuhan). Teori
emanasi disebut juga dengan nama “teori urut-urutan wujud”. Menurut al-Farabi,
Tuhan adalah pikiran yang bukan berupa benda. Al-Farabi membangun teori
emanasinya di atas eksistensi prinsip Yang Wajib Ada (wajib al-wujud) sebagai
sebab ('illat) adanya realitas alam. Karena itu Yang Wajib Ada merupakan Sebab
Pertama (penyebab pertama) dari segala sesuatu. Dari Sebab Pertama kemudian
muncul eksistensi kedua (al-maujud ats-tsani) melalui proses emanasi
(al-faidh). Jadi bisa dikatakan bahwa terciptanya segala yang ada didunia ini berasal
dari proses emanasi. Karena Yang Wajib Ada itu Maha Sempurna, yang adanya tanpa
sebab apapun maka ia disebut sebagai Akal Murni (al-'aql al-mahdh), demikian
juga yang bersumber dari-Nya, yang muncul melalui proses emanasi.
· Hubungan
Akal, Wahyu dan Konsep Kenabian
Akal
dalam pemikiran filsafat al-Farabi menempati tempat istimewa sebagai pangkal
epistemologinya, termasuk filsafat metafisika yang berhubungan dengan penciptaan.
Konsep akal ini erat kaitannya dengan teori kenabian, di mana akal Nabi mampu
berhubungan dengan akal ke sepuluh untuk mendapatkan gambaran ‘ada’ dari yang
abstrak berupa pengetahuan. Secara garis besarnya akal menurut al-Farabi dibagi
menjadi dua yaitu:
1) akal
praktis yang berfungsi menyelesaikan hal hal tekhnis dan keterampilan,
2) akal
teoritis yang membantu jiwa mendapatkan inspirasi atau ilham,
Dari
akal teoritis tersebut ia mampu menangkap konsep yang tak bermateri (akal actual),
kemampuan akal aktual ini dalam menangkap obyek-obyek yang abstrak semata mata
hanya dimiliki oleh orang orang tertentu, termasuk di dalamnya adalah Nabi dan Filosof,
atau disebut dengan akal intelektual.
Melalui
akal intelektual, manusia bisa mencerap hal-hal abstrak yang sama sekali tidak
berhubungan dengan materi, bagi seorang Nabi dengan akal intelektual akal mustafadh,
seorang Nabi bisa menerima kode atau isyarat wahyu. Sedangkan upaya filosof
untuk berkomunikasi dengan akal fa’al melalui akal intelektual dapat dicapai melalui
jalan kontemplasi dan perenungan atau melalui kegiatan berfikir mendalam terhadap
sesuatu. Akal inilah yang nantinya akan menjadi modal bagi kita untuk memahami
konsep kenabian (nubuwwah) al-Farabi. Konsep kenabian al-Farabi ada kaitan erat
dengan politik pada waktu itu, di mana ia berpendapat bahwa pemimpin yang ideal
adalah para Nabi atau Filosof, karena ia mempunyai kedekatan dan mampu
berhubungan dengan akal fa’al, yang merupakan sumber kebaikan.
· Negara
Utama
Di
dalam karya fenomenal Al-Farabi yang berjudul Ārāʼ Ahl al-Madīnah al-Fāḍilah,
pembicaraan mengenai Negara Ideal/Utama dimulai dengan keterangan asal-usul
negara bahwa negara muncul karena kumpulan manusia, yang di dalamnya manusia
membutuhkan manusia lainnya dalam memenuhi kebutuhan, dan ini adalah bibit
pertama bagi lahirnya negara. Al-Farabi beranggapan bahwa negara lahir atas persetujuan
bersama dari penduduk suatu masyarakat yang saling membantu memenuhi kebutuhan
hidup. Setiap individu mempunyai kepandaian yang berbeda-beda, tapi berjanji
akan menyumbangkan hasil kepandaiannya untuk memenuhi kebutuhan individu
lainnya, agar tercapai cita-cita bersama, yaitu kebahagiaan. Al-Farabi
menyatakan dalam Ārāʼ Ahl al Madīnah al-Fāḍilah bahwa: Setiap individu manusia
secara natural saling membutuhkan di dalam kelompoknya untuk memenuhi
kebutuhannya yang banyak, maka ia tidak mungkin dapat mengatasi semuanya
sendirian, tetapi ia membutuhkan kelompok untuk mengatasi setiap kebutuhannya.
Komentar
Posting Komentar